Selasa, 28 Desember 2010

KET

PEMBAHASAN
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
A. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila sel telur dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri (Ilmu Kebidanan , 2002 : 323).
B. Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio ekonomi rendah dan tinggal di daerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%) (Prawiroharjo, Sarwono 2002). Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu. Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi perlengkapan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltic tuba terganggu sehingga menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula kerahim dan berimpalntasi ke tuba.
Kontraksi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relative meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.
C. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi massih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
D. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain pada:
a. Tuba falopii
1) Pars intertitialis
2) Isthmus
3) Ampula
4) Infudibulum
5) Fimbria
b. Uterus
1) Kanalis servikalis
2) Divertikulum
3) Kornua
4) Tanduk rudimenter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1) Primer
2) Sekunder
(Prawirohadjo, 1999).
1. Kehamilan tuba, Fertilisasi yakni penyatuanovum dengan spermatozoon terjadi di ampulla tuba. Dari sini ovum yang telah dibuahi digerakan ke kavum uteri dan di tempat yang terakhir ini mengadakan implantasi di endometrium. Keadaan pada tuba yang menghambat atau menghalangi gerakan ini. Dapat menjadi sebab bahwa implantasi terjadi pada endosalping. Selanjutnya ada kemungkinan pula bahwa kelainan paaada ovum yang dibuahi member predisposisi untuk implantasi di luar kavum uteri, akan tetapi hal ini kiranya tidak banyak terjadi. (Prawirohardjo, Sarwono 2005).
2. Kehamilan Heterotipik, Kehamilan ektopik di sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan intrauterine. Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu decade yang lalu insidens kehamilan heterotipik adalah katakan 1 dalam 30.000 kehamilan, namun dikatakan bahwa insidennya sekarang telah meningkat menjadi 1 dalam 7000, bahkan 1 dalam 900 kehamilan, berkat perkembangan teknik-teknik reproduksi.
3. Kehamilan ovarial, Kehamilan ovarial sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriterium dari spigelberg, yakni:
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal,
b. Kantong janin harus belokasi pada ovarium,
c. Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium,
d. Histopatologis ditemukan jaringan ovarium didalm dindingkantung janin.
4. Kehamilan servikal, Kehamilan servikal pun sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan.
5. Kehamilan abdominal, Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal jarang terjadi kira-kira 1 diantara 1.500 kehamilan. Kehamilan abdominal ada 2 macam yaitu:
a. Kehamilan abdominal primer, terjadi bila telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.
b. Kehamilan abdominal sekunder, berasal dari kehamilan tuba dan setelah rupture baru menjadi kehamilan abdominal. (UNPAD, 2005).
E. Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menmbus endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari bebrapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.

F. Gambaran Klinik
Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang jelas dan khas kalau sudah terganggu dan kehamilan ektopik yang masih utuh, gejala-gejalanya sama dengan kehamilan intrauterin.
G. Gejala-gejala
Pada wanita yang mengalami KET gejala yang terlihat menyerupai Appendiksitis dengan gejala antara lain: nyeri perut bagian bawah, amenore, perdarahan pervaginam, syok karena hipovolemi, pembesaran uterus, tumor dalam rongga panggul, perubahan darah.
Gejala-gejala kehamilan ektopik beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, yang penting dalam pembuatan diagnosis kehamilan ektopik ialah supaya pada pemeriksaan penderita selalu waspada terhadap kemungkinan kehamilan ini.
Agar gejala yang muncul pasti karena KET harus didukung oleh hasil pemeriksaan untuk membantu diagnosis: tes kehamilan, laparoskopi, Ultrasonogrfi (USG), Kuldosentesis, Diagnosis diferensial (Diagnosis banding) yang harus diwaspadai adalah: infeksi pelvis, Abortus iminens atau insipent, Torsi kista ovarium, Appendisitis Ruptur korpus luteum.
H. Penanganan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik rongga pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invirto setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomia.
I. Prognosis
Kematian ibu yang disebabkan oleh Kehamilan Ektopik Terganggu turun sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik terganggu pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0% sampai14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomia bilateralis. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui oleh suami isteri sebelumnya.




























DAFTAR PUSTAKA

Rukiyah Yeyeh, dkk, 2010, Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan), Jakarta : Trans Info Media.
Prawirodiharjo, Sarwono, 1997, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina PustPaka, Jakarta

1 komentar:

  1. terimakasih banyak, sangat membantu sekali...

    http://landongobatherbal.com/obat-herbal-radang-panggul/

    BalasHapus